Jumat, 08 Juli 2011

Mading bulan juni










MATI KARENA CINTA,  SYAHIDKAH ???
Cinta begitulah nama populernya. Seteguk cinta yang bersemayam dilubuk hatinya seakan membuatnya buta, tuli dan gila, terdiam ditengah keramaian, tertawa  ditengah kesunyaian, serta tertawa disela-sela kesedihan. Dengan cinta keangkuhan  berubah menjadi kelembutan kasih sayang, kebakhilan seakan tersihir manjadi kedermawanan serta kerasnya hati mencair menjadi ma’u as shofi laksana kutub utara yang meleleh manjadi samudra. Pada ujungnya kerinduan akan seorang habibah yang tak kunjung tersampaikan ternyata mampu memenggal nafas hidupnya. Syahidkah santri yang terpenggal ketajaman cinta???...

Salah seorang mufasir, sufi serta fuqaha’ syafi’iyah berdarah nusantara Syekh Nawawi Al Jawi dalam kitabnya Nihayah Az Zain menuturkan orang-orang yang termasuk syahid akhirat :
v  Orang yang sakit perut, yakni orang yang mati karena sakit perut, baik berupa busung air (perurnya dipenuhi cairan kuning) atau sebab urus-urus (mencret).
v  Orang yang mati tenggelam, dengan syarat kematiannya tidak dalam rangka kemaksiatan.
v  Orang yang mati sebab penyakit tho’un (penyakit menular yang mamatikan) meskipun tidak pada waktu mewabahnya penyakit tersebut atau setelahnya dengan syarat bersabar dan mengharap pahala dari Allah Swt.
v  Orang yang mati disebabakan kerinduan, dengan syarat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan meskipun dari hanya sekedar melihat orang yang dicintai. Seandainya ia berduaan dengan orang yang dicintai, tidak akan melanggar syar’i. Selain dari itu ia juga bisa menyimpan kerinduannya sampai kepada yang dicintainyapun, ia tidak pernah menampakkannya.
v  Wanita yang mati karena sakit melahirkan, meskipun dari hasil perzinaan      dengan syarat tidak bermaksud aborsi.
v  Orang yang dibunuh secara dholim meskipun dengan hanya membelah dadanya saja. Misalnya orang yang sebenarnya harus dihukum dengan hukuman pancung kemudian kemudian ia dibunuh dengan membelah dadanya.
v  Orang yang mati dalam pengembaraan.
v  Orang yang mati pada waktu mencari ilmu meskipun berada ditempat tidurnya.
v  Orang yang mati terpanggang api.
v  Orang yang mati karena runtuhan bangunan yang roboh.
v  Orang yang mati mendadaj dinegri musuh (menurut komentar Ibnu Ar Rif’ah).
v  Orang yang mati sebab dihad, baik pelaksnaan had tersebut melebihi ketentuan atau tidak, berdasarkan kemauan sendiri (taubat) atau tidak (hal ini menurut As Syabromalisi).

Yang dimaksud syahid dalam hal ini adalah bahwasannya bagi mereka terus-menerus mandapatkan rizqi di sisi Tuhannya, dan dalam keadaan bebas di alam barzah, hal ini menurut komentar Al Hasani.



                                                                      (Rocker Santri)
                                                                     Dinukil dari kitab Nihayah Az Zain, Darul Kutub Ilmiyah
                                                                    Oleh Abi Al Mu’thi Muhammad bin Umar Nawawi
                                                                       Al Jawi Al Banteni
                                                                                                                               


HASIL KEPUTUSAN
Bahtsul Masa`il Kubro XIII Se-Jawa Madura
Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri
27-28 April 2011 M. | 23-24 J. Akhir 1432 H.





                                           KOMISI A



J   A   L   S   A   H      U   L   A
M U S H A H H I H
P E R U M U S
M O D E R A T O R
1.    KH. Zainuddin Basyari
2.    KH. Ardani
3.    KH. Arsyad Bushoiri
4.    KH. Maimun Murod
5.    KH. Zainul Arifin
6.    K. Suhaeri
7.    K. Ahmad Bulqin
1.    Ust. Abd Manan
2.    Ust. H. Maulana Ahmad Hasan
3.    Ust. Abdullah Mahrus
4.    Ust. Mahsus
5.    Ust. Byisri Musthofa
6.    Ust. M. Dinul Qoyyim
7.    Ust. Nu'man Majid
8.    Ust. M. Su'ud

Ust. Fahrur Rozy R.

N O T U L E N
H. Agi Syarial
Afifuddin A.





                                                                                            MEMUTUSKAN


1.     JAMPI-JAMPI PEMILIK TANAH
Deskripsi Masalah
Di suatu desa ada sebuah lembaga yang sangat menarik simpati masyarakat. Karena dalam menejemen yang sangat tertata dan terorganisir mampu mencetak kader-kader bangsa yang handal dan diakui. Namun, karena banyaknya siswa, maka lembaga itu berupaya untuk menambah lokal demi menampung para siswa. Ironisnya, tanah di sekitar itu sangat sulit untuk dinegosiasi. Berhubung pemiliknya mematok harga di atas biasanya dan bahkan ada yang tidak mau menjualnya, terpaksa lembaga tersebut ‘menjampi-jampi’ pemilik tanah itu dan akhinya tercapai juga impiannya.
PP. Al Anwar Sarang
Pertanyaan
a. Benarkah tindakan tersebut?
Jawaban
a. Dibenarkan, selama jampi-jampi tersebut memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Berupa jampi-jampi yang diketahui maknanya, atau diriwayatkan dari guru terpercaya
2. Pelakunya adalah orang yang taat beragama
REFERENSI
1. Syarh al-Arba'in al-Nawawi hal. 52-53
2. Hasyiyyah al-Syarqawiy juz 2 hal. 385
3. Al-Fatawi al-Haditsiyyah juz 1 hal. 94



Pertanyaan
b. Sahkah jual belinya?
Jawaban
b. Boleh dan sah
REFERENSI
  1. Hasyiyyah al-Jamal juz 1 hal. 224
2.       Hasyiyyah al-Syarqawiy juz 2 hal. 385
3.       Al-Fatawi al-Haditsiyyah juz 1 hal. 94
4.       Fatawy al-Ramly juz 5 hal. 112
5.       Al-Iqna' fi Hill Alfadz Abi Syuja' juz 1 hal. 445

Pertanyaan
c. Kalau tidak sah bagaimana solusinya?
Jawaban
gugur
2.     CLBK
                Deskripsi Masalah
Legimin Raharjo adalah seorang pemuda yang paling bahagia di desa Bungkal. Bagaimana tidak? Dengan tampang pas-pasan, dia berhasil mempersunting Juminten, bunga desa Bungkal. Oleh karena itu, dia bertekad untuk membahagiakan sang istri tercinta. Demi meraih impian untuk hidup lebih baik, Gimin membulatkan tekad untuk mengadu nasib ke Taiwan.
Setiap bulan, Gimin tak lupa untuk mengirimkan uang 5 juta rupiah kepada istri tercintanya. Namun, setelah 4 tahun berpisah, rasa cinta di hati Juminten lama-lama mulai pudar. Apalagi, setelah bertemu dengan Karyo, cinta pertamanya saat SMP dulu. Karyo yang dulu masih ingusan, sekarang sudah berubah menjadi laki-laki tampan yang berkehidupan mapan. Dan cinta lamapun bersemi kembali di antara mereka. Tragisnya, kontrak kerja Gimin yang semula hanya 4 tahun diperpanjang menjadi 8 tahun.
Akhirnya, Juminten memutuskan untuk menggugat cerai suaminya di pengadilan atas dasar telah pudarnya rasa cintanya kepada Gimin. Dan pengadilanpun mengabulkan gugatan Juminten. Setelah proses perceraiannya selesai, Juminten menikah lagi dengan Karyo dan hidup bahagia bersamanya.
Fraksi Fathil Wahhab II Ploso
Pertanyaan:
a. Apakah langkah pengadilan yang mengabulkan gugatan cerai Juminten atas dasar pudarnya rasa cinta tersebut dapat dibenarkan?
Jawaban
a. Langkah pengadilan yang mengabulkan gugatan cerai Juminten atas dasar semata-mata pudarnya rasa cinta, tidak dibenarkan. Kecuali kalau langkah pengabulan gugatan cerai tersebut atas dasar pertimbangan Juminten telah ditinggal lama oleh suaminya, menurut madzhab Malikiyah dan Hanabilah maka langkah tersebut dapat (bisa) dibenarkan.
Langkah pengabulan gugat cerai tersebut itu pun harus sudah sesuai prosedur yang ada, semisal suami disurati/ ditelepon untuk kembali.
REFERENSI
1. Al-Adab al-Syar'iyyah fil Mu'asyarah al-Zaujiyyah juz 1 hal. 10
2. Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah juz 29 hal. 63
3. Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz 18 hal. 495
4. Mathalib Ulin Nuha fi Syarh Ghayah al-Muntaha juz 1 hal. 390

Pertanyaan
b. Bolehkah seorang istri menggugat cerai hanya berdasarkan cinta yang hilang kepada suaminya dalam perspektif fiqh?
Jawaban
b. Tidak boleh, kecuali kalau pernikahan tersebut tetap dipertahankan justru akan mengakibatkan mafsadah menurut pandangan syara', yaitu terjadinya perzinahan.
REFERENSI
1. Al-Adab al-Syar'iyyah fil Mu'asyarah al-Zaujiyyah juz 1 hal. 10
2. Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz 18 hal. 495
3. Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah juz 1 hal. 10351

Pertanyaan
c. Jika tidak dapat dibenarkan, adakah qaul mu’tabar yang bisa memperbolehkan?
Jawaban
c. gugur



NABI MUHAMMAD DIANGGAP GILA !
Benarkah…?!?
Pristiwa isro’ dan mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke II sesudah beliau diangkat menjadi rasul. Di saat-saat menghadapi ujian yang sangat berat dan tingkat perjuangan sudah pada puncaknya ini, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan yang dialami beliau dengan pengikut-pengikut beliau semakin hebat, maka Nabi Muhammad Saw diperintah oleh Allah Swt menjalani isro’ dan mi’raj. Beliau menempuh perjalanan mengunakan Buroq dan ditemani oleh malaikat Jibril,  perjalanan dari Makkah ke  Baitul Maqdis di Palestina terus naik ke langit pertama dan bertemu dengan Nabi Adam terus naik ke langit ke dua bertemu dengan Nabi Yahya dan Nabi Isa terus naik ke langit ke tiga bertemu dengan Nabi Yusuf terus naik kelangit ke empat bertemu dengan Nabi Idris terus naik kelangit ke lima bertemu dengan Nabi Harun terus naik ke langit ke enam bertemu dengan Nabi Musa, ketika beliau mau melanjutkan perjalannya Nabi Musa menangis dikatakan kepadanya prihal apa yang membuat engkau menangis beliau menjawab :” saya menangis karena seorang pemuda diutus setelah aku dan umatnya masuk surga lebih banyak dari pada umatku.” Kemudian Nabi Saw meneruskan perjalanan naik ke langit ke tujuh dan bertemu dengan Nabi Ibrahim  dan menuju ke  Sidratul Muntaha.
 Di situlah beliau menerima perintah langsung dari Allah Swt tentang shalat lima puluh waktu, kemudian beliau kembali dan bertemu dengan Nabi Musa dan dan Nabi Musa bertanya :” Apa yang Allah perintahkan kepadamu.” Beliau menjawab :” Saya diperintah Allah untuk menjalankan shalat 50 waktu dalam sehari. Nabi Musa berkata :” Sesunguhnya umatmu  tidak akan mampu menjalankannya. Demi Allah, umat-umat terdahulu telah mencobanya dan mereka merasa terbebani, maka kembalilah ke Allah, mintalah keringanan untuk umatmu.” Kemudian Nabi  Saw kembali dan Allah menguranginya 10 waktu dan Nabi Saw menemui Nabi Musa dan beliau berkata seperti itu lagi, sampai Allah telah menjadikan shalat 50 waktu menjadi 5 waktu Nabi Musa tetap berkata seperti itu, kemudian Nabi Saw Berkata :” Saya meminta kepada Allah sampai aku merasa malu pada Allah, tetapi saya ridho dan merasa puas, ketika saya hendak kembali maka Allah memanggilku, Allah berfirman :” Saya telah menetapkan fardlu-fardluku dan aku telah memberi keringanan kepada hamba-hambaku.” Dalam redaksi lain menyebutkan bahwa pahalanya seperti shalat 50 waktu.
Kajadian ini,menggemparkan masyarakat Quraisy waktu  itu. Mereka banyak yang itdak percaya atas kejadian tersebut setelah Rasulullah Saw menyampaikannya. Mereka melakukan reaksi dengan membuat fithnah yang keras kepada Rasulullah  Saw. Tidak sedikit dari mereka yang tidak lagi percaya kepada beliau, padahal sebelumnya mereka tidak pernah mendustainya. Ini adalah ujian bagi Rasulullah Saw dan pengikut beliau. Sejauh mana kekuatan, kekokohan dan ketebalah iman mereka kepada Rasulullah Saw, hingga mereka yang tipis imannya menjadi terpengaruh dan ada pula yang ingkar serta murtad. Dalam hal ini mereka pergi menuju Abu Bakar sebagai tokoh masyarakat untuk memberitahu tentang apa yang dikisahkan oleh Muhammad dengan berkata :”Wahai Abu Bakar, teman anda Muhammad sudah gila, ia mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis kemudian naik ke langit  sampai ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi sebelum waktu pagi. Adakah anda mempercayainya ?” Abu Bakar menjawab :” Kalau memang Muhammad berkata begitu, maka aku mempercayainya”, Engkau percaya dengan dia ?” Tanya mereka. Abu Bakar dengan tegas menjawab :”Ya, aku percaya, dan itu pasti benar.” Maka dari peristiwa inilah Abu Bakar disebut dengan sebutan “Ash Shiddiq”
Ilmu pengetahuan dewasa ini ditantang dengan membuka tabir rohani pengetahuan yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Saw melalui peristiwa isra’ dan mi’raj. Penemuan ilmu membenarkan teori telepati transmisi masa depan radio, telephotography (facsimile) dan lain-lain yang semula dianggap pekerjaan lamunan belaka. WallahuA’lam  (Ri-Kha BMS)







Kiat Membaca Kitab Kosongan
Sebenarnya untuk membaca kitab kosongan tidak terlalu sulit, sebab untuk  melakukan hal itu kita cukup dengan bekal :
·         Al- jurumiyyah (nahwu)
·         Tasrif(sharaf)
·         Kamus
Gus Maksum1pernah menceritakan, bahwa  Kyai Mat Jipang[2] yang hanya dengan bekal tasrif dan al-ajrumiyyah, bisa membaca fathul wahab kosongan. Kalau anda sudah faham al-ajrumiyyah, sudah pernah hafal tasrif tapi belum bisa membaca kitab kosongsan, tentu ada yang salah dalam system belajar anda. Kyai abdul aziz manshur (pengasuh pon-pes tarbiyatun naasyi’in pacul gowang) mempunyai kiat yang sangat ampuh. Kalau kiat ini dipraktekkan dalam beberapa bulan, anda akan dengan mudah membaca kitab kosongan. Anda akan senang sekali bisa mutholaah tafsir ar-razi, taufah, majmu’ atau tarikh at-thobari yang berpuluh puluh jilid. Anda bisa menyimak cerita-cerita para wali dalam kitab hilyatul auliya’ yang belasan jilid.
Caranya mudah :
1.       Ikutilah pengajian ktab kecil-kecilan.
2.       Ma’nani sediri kitab yang akan anda pakai ngaji sebisa-bisanya dengan bekal al-ajrumiyyah, tashrif dan kamus.
3.       Ketika mengaji jangan dima’nani, tapi simaklah dan cocokkan antara ma’na anda dengan ma’na yang diberikan oleh qori’.
4.       Jika cocok, berarti anda sudah ada kemajuan. Jika belum maka koreksilah di kamar, kenapa ma’na atau tarkib anda tidak sama dengan ma’na yang diberikan qori’.
5.       Jika sudah bisa ma’nani dan narkib sendiri, biasakan membaca kitab-kitab kosongan sendiri tanpa ditashehkan di hadapan qori’.
6.       Jika menemukan yang sulit ditarkib atau dima’nani, jangan putus asa. Tandai saja dengan garis di bawahnya. Mungkin lafadz ini termasuk kata-kata yang jarang dipakai, sehingga tidak disebutkan dalam kamus. Kemungkinan lain ada kesalahan tulisan atau cetakan. Coba cocokkan dengan naskah-naskah yang lain.
7.       Untuk lebih menyakinkan kemampuan anda, bacalah kitab-kitab kosongan dengan cara disemak oleh senior-senior anda atau dikenal dengan istilah sorogan.
8.       Dalam beberapa bulan anda akan menjadi kutu kitab dan akan kecanduan mutholaah, seperti orang yang kecanduan rokok. Meski orang lain merasa muak dengan asapnya.
9.       Sekarang hiburan anda bukan TV atau cangkruk tapi membaca dan membaca kitab dan anda akan lebih kerasan di pondok.
10.    Dan anda sekarang punya hoby baru yaitu mengoleksi kitab-kitab berbahasa arab dari berbagai fan. Sekarang anda tahu arti pentingnya punya koleksi kitab yang banyak.Tidak hanya sekedar menjadi barang antik penghias ruangan belaka, namun menjadi kebutuhan pribadi yang tidak terpisah dari hidup anda. Dan andapun sekarang percaya, bahwa ilmu adalah santapan rohani yang menyenangkan.

                                                                                                              Dinukil dari kitab Rahasia Sukses Fuqoha
                                                                                                                      Oleh M. Ridlwan Qoyyum Sa’id



[1] Sebutan untuk KH. Ma’sum Jauhari, pengasuh ponpes Lirboyo Kediri.
[2] Nama aslinya ; Muhammad. Karena ngajinya gampang, kemudian mendapat julukan mad jipang.


 
TERTAWA DALAM SHOLAT
K
aromah ini ketika Kholil menjadi santri. Saat itu Kholil berada di pesantren Langitan Tuban. Seperti biasanya Kholil selalu berjamaah,tang merupakan keharusan para santri. Pada suatu saat ditengah kekhusyu’an sholat isya’ tiba tiba kholil tertawa terbahak bahak.
Karuan saja, hal ini membuat santri lain marah. Demikian juga dengan Kyai Muhammad noer yang menjadi imam saat itu. Seusai sholat berjamaah kholil di panggil ke rumah Kyai untuk di interogasi. Dengan berkerut kening Kyai bertanya :
“Kholil, kenapa waktu sholat tadi kamu tertawa terbahak bahak. Lupakah kamu bahwa hal itu mengganggu kekhusy’uan sholat. Dan sholatmu menjadi tidak sah.’’ ucap Kyai Noer sambil menatap kholil.
’Maaf Kyai, waktu sholat tadi saya tidak dapat menahan tawa. Saya melihat kyai sedang mengaduk aduk nasi di bakul, karena itu saya tertawa. Salahkah yang saya lihat itu Kyai ‘’ jawab kholil muda dengan tenang, mantap dan sangat sopan.
Kyai Noer terkejut, kholil benar. Santri baru itu dapat membaca apa yang terlintas di benaknya. Kyai Noer dengan tenang sambil menarik nafas. Sementara matanya menerawang lurus ke depan, lalu serta merta berbicara kepada kholil:
“Kau benar anakku. Saat mengimami sholat tadi perut saya, memang sudah sangat lapar. yang terbayang dalam fikiran saya memang hanya nasi,’’ ucap Kyai Noer secara jujur
Maka sejak kejadian itu, kelebihan kholil menjadi buah bibir, tidak saja dilingkungan Pesantren Langitan, tetapi juga disekitarnya. Karena itu ,kelak setiap Kyai yang akan ditimba ilmunya oleh kholil para Kyai selalu mengistimewakannya.
Catatan : tak ada maksud Khalil meremahkan sang guru. Khalil tahu betul isi kitab Ta’lim Muta’alim karya Syaikh Zarnuji dan memahami betul kisah pertaubatan pengarang kitab Al Fiyah Syaikh Ibnu Malik saat meremehkan gururnya. Seorang Khalil hanya memaparkan fakta. Sekali lagi hanya memeparkan fakta. Perjalanan takdir bukan karena Khalil. Tapi, Khalil hanya perantara kehendak Allah Swt hanya sekedar mediator. Di balik peristiwa itu ada sesuatu yang dalam. Allah Swt bermaksud menyempurnakan iman sang guru hanya itu, tidak lebih.                       
   

      Wasiat
Kanjeng syaikh Abdul qadir al-jailani                                              Untuk Para Imam Shalat  
Bagi para imam sebelum melakukan sholat hendaknya tidak takbir terlebih dahulu, sebelum melakukan niat imamah (menjadi imam) dalam hatinya. Seandainya niat itu dilafalkan dengan menggunakan lisannya, maka hal itu lebih baik. Sebelum takbir, hendaknya ia menoleh kekanan dan kekiri, melihat shof (barisan makmum). Apakah sudah lurus dan rapat atau belum. Kemudian hendaknya ia mengucapkan:
اِسْتَوُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ, وَاعْتَدَلُوْا رَضِيَ اللهُ عَنْكُمْ.
“Luruskanlah (barisanmu), mudah-mudahan Allah Y merahmati dan meridhai kamu semua.”, atau:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ.
“Luruskan barisanmu, karena meluruskan barisan sholat termasuk menyempurnakan sholat.”[1] [H.R. Muslim], atau:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ.
“Luruskan barisanmu, karena meluruskan barisan sholat termasuk mendirikan sholat.”[2]
Kemudian setelah itu hendaknya ia memerintahkan para makmum untuk memenuhi barisan yang kosong dan meluruskan bahu-bahu mereka agar saling berdekatan antara satu dengan yang lainnya sehingga lurus. Karena shof yang tidak rapat dan bengkok dapat merusak sholat dan menyebabkan syetan masuk kedalam barisan sholat dan berdiri diantara celah-celah shof yang kosong. Dalam hadits, Rasulullah r bersabda:
رَاصُّوا الصُّفُوفَ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَقُومُ فِي الْخَلَلِ.
“Rapatkanlah shafmu, karena sesungguhnya syetan berdiri pada celah-celah shaf yang kosong.”[3]
Sungguh Nabi r ketika berdiri di tempat pengimaman beliau tidak melakukan takbir sebelum menoleh ke kanan dan ke kiri. Kemudian beliau memerintahkan para sahabat untuk meluruskan barisannya. Suatu hari Rasulullah r melihat ada seorang laki-laki berdiri agak ke depan dan tidak sejajar dengan barisannya, maka Rasulullah r menyeru pada laki-laki itu: “Luruskanlah bahumu atau Allah Y akan memperselisihkan hatimu.”
Sahabat Umar bin al-Khaththab t ketika berdiri di tempat pengimamannya, beliau tidak takbir terlebih dahulu, sebelum ada seorang laki-laki yang diperintahkan oleh beliau untuk bertugas mengatur barisan melapor pada beliau bahwa barisannya sudah lurus. Kemudian setelah itu baru beliau bertakbir. Hal ini juga dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Azis t.
Diriwayatkan bahwa sahabat Bilal al-Mu’adzin t meluruskan shaf dan memukul tumit para sahabat dengan menggunakan cambuk. Menanggapi riwayat tersebut, sebagian ulama berkata: “Sesungguhnya peristiwa itu terjadi pada zaman Rasulullah r ketika beliau sudah berdiri di tempat pengimaman sebelum mengerjakan sholat. Karena sahabat Bilal t tidak adzan lagi setelah Rasulullah r wafat, kecuali satu kali ketika beliau pulang dari Syam pada zaman sahabat Abu Bakar al-Shiddiq t atas permintaan sahabat Abu Bakar t dan juga atas permintaan para sahabat yang lain karena kerinduan mereka kepada Rasulullah r dan pada masa ketika Rasulullah r masih  hidup. Sahabat Bilalpun memenuhi permintaan para sahabat dan adzanlah beliau. Ketika beliau adzan dan sampai pada kalimat Ashhadu anna Muhammadarrasulullah, beliau terdiam dan tidak bisa melanjutkan adzannya, kemudian beliau terjatuh dan pingsan karena sangat rindu dan cinta kepada Rasulullah r. Melihat kejadian itu para penduduk Madinah yang terdiri dari kaum anshar dan muhajirin menangis. Bahkan para budak juga ikut menangis dan keluar dari kamar mereka karena rindu dan cinta kepada Rasulullah r.
Seyogyanya bagi imam ketika rukuk untuk membaca tasbih tiga kali sebagaimana yang telah aku sebutkan. Dan hendaknya ketika membaca tasbih tidak tergesa-gesa. Akan tetapi dibaca dengan bacaan yang sempurna supaya makmum yang ada di belakangnya tidak tertinggal dan bisa ikut membacanya. Demikian juga ketika ia bangun dari rukuk maka hendaknya ia membaca: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, dalam keadaan berdiri tegak. Dan juga hendaknya ia membaca: رَبَنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ tanpa tergesa-gesa, agar makmum juga bisa membacanya. Akan lebih baik lagi bila ditambah: مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ اْلأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ, karena hal itu adalah yang diajarkan oleh Rasulullah r.
Ketahuilah bahwa imam adalah pengembala (oarang yang bertanggung jawab) atas orang-orang yang ikut sholat dengannya. Maka hendaknya bagi para imam untuk menasehati para makmum yang sholat dibelakangnya dan melarang mereka untuk mendahului imam ketika rukuk dan sujud. Hendaknya baginya untuk berakhlakul karimah dan berbudi pekerti yang baik dengan para makmum. Karena dia adalah pengembala bagi mereka. Dan kelak di sisi Allah Y keimamannya itu akan dimintai pertanggungjawaban. Hendaknya ia memperbaiki dan menyempurnakan sholatnya. Sehingga ia ikut memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang sholat dibelakangnya. Dan sebaliknya, apabila ia tidak memperhatikan hal-hal tersebut di atas dan melakukan sholat dengan cara yang sembrono maka ia juga akan memperoleh dan menanggung dosa orang-orang yang sholat dibelakangnya.
Ketahuilah, bahwasanya wajib hukumnya bagi seseorang yang melihat orang lain melakukan sholat dengan cara yang sembrono, dengan tidak memenuhi rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan adab-adabnya[4] untuk mengingatkan, memberitahu dan menasehatinya agar sholat yang dikerjakannya menjadi lebih baik, serta memohonkan ampun kepadanya atas dosa-dosa yang telah ia lakukan. Apabila hal itu tidak dilakukan maka orang yang melihat tadi juga akan menanggung dosa-dosa yang dilakukan oleh orang yang sembrono dalam sholatnya. Sungguh Rasulullah r telah bersabda:
وَيْلٌ لِلْعَالِمِ عَلَى الْجَاهِلِ حَيْثُ لَا يُعَلِّمُهُ.
“Celakalah bagi orang yang mengetahui karena tidak memberi tahu pada orang yang tidak tahu.”[5]
Dan sekiranya memberitahu orang yang tidak ta hu bukan merupakan kewajiban bagi orang yang tahu, niscaya Rasulullah r tidak akan mengancamnya dengan kata-kata ‘wail’ pada orang yang diam dengan tidak memberitahu pada orang yang tidak tahu. Karena sesungguhnya ancaman hanya berlaku bagi orang yang meninggalkan kewajiban. Imam Ibnu Mas’ud t berkata: “Barang siapa melihat seeorang sembrono dalam sholatnya, kemudian orang itu tidak melarangya maka ia juga akan ikut menanggung dosanya dan orang itu setuju dengan perbuatan syetan yang laknat. Karena syetan menginginkan agar orang itu diam (tidak memberitahu) dan meninggalkan tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa yang telah diwasiatkan oleh Allah Y dengan firmannya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى [المائدة/2]
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”. Dan juga syetan menghendaki agar orang itu meninggalkan Islam, dan akhirnya berdosalah semua manusia.” Maka dari itu, bagi orang yang berakal tidak selayaknya untuk taat kepada syetan. Allah Y berfirman:
يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ [الأعراف/27]
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga.”
Allah Y juga berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ [فاطر/6]
”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Ketahuilah bahwa semua kekurangan yang terdapat dalam sholat, zakat dan semua ibadah karena tidak pedulinya ahlul ilmi dan ahli fiqih dengan meninggalkan nasehat pada mereka, tidak mendidik dan tidak mengajarinya, semua itu timbulnya pertama kali dari orang-orang yang bodoh kemudian akhirnya menyebar pada ahlul ilmi lalu dinisbatkan pada mereka. Termasuk perkara yang sangat mengherankan adalah ketika ada seseorang  melihat orang  yang mencuri sebutir biji atau secuil roti dari orang lain, dia menasehatinya, membentaknya dan mencelanya. Akan tetapi ketika ia  melihat orang yang sholat mencuri rukun-rukun sholat dengan cara tidak mengerjakannya (padahal itu merupakan perkara yang wajib) dan mendahului imam, orang itu diam saja dengan tidak mengingkarinya dan memberitahukannya. Padahal Rasulullah r telah bersabda:
إِنَّ أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلاتَهُ"، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ؟ قَالَ:"لا يُتِمُّ رُكُوعَهَا، وَلا سُجُودَهَا.
“Sesungguhnya seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri sholatnya.” Shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah …, bagaimana dia mencuri ?” Rasulullah r bersabda: “Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”[6]

***Wallahu A’alam Bishshowab***







[1]  Shohih Muslim, hadits no. 656
[2] Shohih Bukhori, hadits no. 681. Berdasarkan hadits ini mayoritas ulama beristimbat tentang kesunahan meluruskan shof. Sedangkan menurut Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm mengatakan bahwa meluruskan shaf hukumnya adalah wajib. Lihat keterangan lebih lanjut dalam kitab Al Hawi lil Fatawi, oleh Imam Jalaluddin Abu Bakar bin Abdurrahman As Suyuthi. Imam Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan dalam kitabnya al-Zawajir, bahwa memotong shof dan tidak lurus dalam shof termasuk dosa besar.
[3]  Musnad Imam Ahmad, hadits no. 12113
[4] Al-Imam Abdul Wahab al-Sya’rani dalam Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyah berkata: “Para masyayikh telah sepakat bahwasanya seorang hamba karena ibadahnya dapat memperoleh pahala dan surga, akan tetapi dia tidak akan bisa sampai kehadhirat Rabb-nya kecuali dalam ibadahnya itu disertai dengan adab dan tatakrama.”
[5]  Lihat Al Ittihaf: 2/327 dan Kasyf Al Khofa’: 2/481
[6] Musnad Ahmad No. 11106 dan Mu’jam Al Kabir No. 1269
              

1 komentar: